Rabu, 28 Desember 2011

Mesuji, Lampung

Di akhir tahun ini, indonesia digemparkan dengan munculnya video sisa-sisa bekas penyerangan dan pembantaian antara  warga dan aparat keamanan sebuah perusahaan kelapa sawit.

Jujur, berita yang tersedia di media masa, televisi, onternet dll, agak membuat saya bingung. Ada yang mengatakan pristiwa itu memang benar tapi video yang kita lihat hanya rekayasa, ada yang mengatakan kalau video tersebut asli. Jadi, saya sendiri bungung dengan berita yang ada.

Jadi saya akan mengambil kutipan yang ditulis di media masa saja, karena saya takut salah dalam menaggapi pristiwa ini.



Tragedi Mesuji, Embrio Moratorium Perkebunan

JAKARTA – Berkaca pada tragedi Mesuji, Komisi III DPR RI menggulirkan pentingnya moratorium pengelolaan perkebunan hutan dan kelapa sawit di seluruh wilayah Indonesia. Dengan moratorium, konflik antarwarga yang berujung pada pertumpahan darah bisa diminimalisasi. Terlebih, tragedi Mesuji berpotensi terjadi di seluruh wilayah perkebunan di Indonesia.

’’Kalau tidak dilakukan (moratorium pengelolaan perkebunan), maka potensi konflik antara warga dengan perusahaan kelapa sawit atau perkebunan hutan bakal muncul lagi di berbagai daerah,’’ kata anggota Komisi III DPR Ahmad Yani saat ditemui di gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta, kemarin (22/12).
Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini menilai gagasannya tidak menghambat investasi daerah dan pusat, sebab itu untuk penataan administrasi agar tidak tumpang tindih seperti sekarang. Dengan melakukan moratorium atau penghentian pemberian izin pengelolaan lahan, diharapkan tidak semakin banyak konflik lahan yang berpotensi menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

’’Atau sengketa lahan di daerah lain yang belum sampai terjadi konflik, bisa dicegah dengan melakukan tata ulang sertifikasi dan pengukuran lahan,” kata Yani memberi solusi.

Dia menuding konflik di Mesuji Lampung dan Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, terjadi karena ketidakbecusan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam mendata lahan. Sepengetahuannya, BPN tak memiliki data resmi tentang lahan PT Silva Inhutani Lampung dan PT Barat Selatan Makmur Investindo (BSMI), serta lahan plasma milik warga.

Akibatnya, ketika kasus bentrok antara warga dengan perusahaan mencuat akibat perebutan lahan, maka hingga kini tidak ada solusinya. ’’BPN tak punya catatan lahan dan sertifikat. Kami tidak perlu audiensi dengan mereka, tetapi kami panggil untuk pertanggungjawaban di depan panja,’’ tandasnya.

Karena itu, Panitia Kerja (Panja) Kasus Mesuji nanti memanggil Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, Menteri Pertanian Suswono, Kapolri Jenderal Timur Pradopo, dan Kepala BPN Joyo Winoto.

Apabila dalam pemanggilan nanti ditemukan adanya unsur pelanggaran di bidang yang ditangani para pejabat negara itu, kata Yani, Komisi III DPR bakal menyarankan kepada Presiden SBY untuk menindaknya. ’’Selama ini persoalan perusahaan perkebunan dan pertambangan selalu bermasalah, dan ini yang dikupas Panja Mesuji dalam pemanggilan para pejabat nanti,’’ pungkasnya.

TGPF ke Moro-Moro

Setelah menunggu hampir seharian, warga Moro-Moro akhirnya terpuaskan menyampaikan aspirasinya secara langsung kepada rombongan tim gabungan pencari fakta (TGPF) yang diketuai Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana kemarin.

Sejumlah warga Moro-Moro meminta supaya pemerintah memenuhi hak konstitusi mereka sebagai warga negara Indonesia (WNI). Pasalnya, sampai saat ini pemerintah daerah belum pernah mengakui keberadaan warga yang dituding menjadi perambah kawasan hutan Register 45 Sungai Buaya, Mesuji, Lampung, tersebut.

Menanggapi permintaan warga ini, Denny mengatakan akan mempelajari dan merumuskan polemik yang terjadi di Moro-Moro. Ia menyatakan sengaja turun ke sana untuk mendengarkan langsung kondisi yang ada di lapangan.

’’Kami ingin mendapatkan informasi dan keterangan dari bapak-ibu semua. Dan kami tidak hanya ke sini (Moro-Moro, Red), tetapi ke lokasi lainnya juga,” ujar dia.

Dalam kunjungan TGPF kemarin, Denny melihat pemukiman warga Moro-Moro dan berdialog dengan sejumlah penduduk di kompleks tersebut. ’’Kami berharap saudara-saudara bersabar. Hasil tinjauan ini akan dibahas secara komprehensif bersama tim,” katanya.

Sementara, Juru Bicara TGPF Mesuji Indriaswati menambahkan bahwa tim independen bentukan pemerintah ini akan mencoba mendalami informasi dari warga yang berkonflik. ’’Kami rasa keterangan dari warga Moro-Moro ini sangat penting,” ujarnya kepada wartawan.

Indriaswati menegaskan, peninjauan ke lapangan ini merupakan langkah awal penanganan tragedi Mesuji, baik di Lampung maupun Sumatera Selatan (Sumsel). ’’Mendengar langsung dari warga, apa-apa yang menjadi tuntutan mereka, termasuk permasalahan yang urgen,” terangnya.

Meski begitu, sambung Indriaswati, pihaknya tidak gegabah dalam memberikan rekomendasi hasil kinerja TGPF. ’’Pertama-tama, kami harus berhati-hati,” tuturnya.

Menurut Indriaswati, langkah TGPF ini untuk menggali fakta yang melibatkan tiga perusahaan berbeda, yakni PT Sumber Wangi Alam (SWA); PT Barat Selatan Makmur Investindo (BSMI); dan PT Silva Inhutani Lampung. ’’Setelah fakta tergali, maka rekomendasi siap diberikan ke pemerintah,” ungkapnya.

TGPF mengakui sudah banyak mendapatkan identitas korban tragedi Mesuji Lampung dan Sumsel. Sayangnya, tim ini menolak membeberkan para korban tersebut. ’’Yang jelas, ada yang mengerucut dan ada yang bertambah,” tandasnya.

Kunjungan TGPF di Moro-Moro sendiri hanya berlangsung sejam, dari pukul 17.00 hingga 18.00 WIB. Rombongan langsung menuju PT SWA yang berada di Desa Sungai Sodong, Kecamatan Mesuji, Ogan Komering Ilir (OKI).

Sementara, hingga kemarin, korban rusuh Mesuji yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Menggala (RSUDM) mengaku mengalami kesulitan biaya selama dirawat di sana.

TGPF yang diketuai Denny Indrayana juga kemarin menyempatkan diri menjenguk Robin (18), warga Desa Sritanjung, Mesuji. Robin yang mengalami luka tembak tembus di kaki kanannya itu ditemani ayahnya, Semang (38). Kepada TGPF yang mengunjunginya, Semang juga sempat mengutarakan permasalahan tersebut.

Denny sendiri meminta perawatan terhadap Robin dilakukan sebaik-baiknya. TGPF berada di RSUDM sekitar 20 menit sebelum melanjutkan perjalanan ke Mesuji. ’’Waktu peristiwa itu terjadi 10 November 2011, Robin lagi mencari adiknya yang katanya ikut demo. Tetapi sampai di lokasi, Robin terkena tembakan dan pingsan,’’ katanya. Robin sendiri langsung dibawa ke RSUDM dan menjalani perawatan hingga 29 November 2011.

Luka tembus yang dialami Robin sempat mengenai tulang. Akibatnya, tanggal 1 Desember lalu dia kembali masuk RSUDM untuk mendapat perawatan hingga hari ini.

Dikatakan Semang, pihak Polres dan Pemkab Tulangbawang sempat memberikan bantuan yang nilai totalnya Rp7,5 juta. Namun, menurut pria yang berprofesi sebagai buruh tani ini, ekses dirawatnya Robin di RSUDM menyebabkan dirinya harus meninggalkan pekerjaan sementara waktu. ’’Saya juga masih punya tanggung utang Rp5 juta untuk biaya hidup,’’ katanya. Pihaknya sendiri berharap perawatan Robin dapat dibantu sepenuhnya oleh pemkab.

Gagas Sekolah Hutan


Terpisah, Danrem 043 Garuda Hitam (Gatam) Kolonel CZI Amalsyah Tarmizi, S.I.P. menuturkan, untuk mengatasi konflik berkepanjangan, perlu dibangun sekolah hutan.

’’Sasaran sekolah ini adalah anak-anak dari masyarakat yang diklaim sebagai perambah hutan. Kita kan tidak ingin anak-anak perambah menjadi perambah juga. Perlu diberikan pemahaman tentang arti penting hutan kepada mereka,” paparnya.

Terlebih, kondisi Lampung ini sudah cukup kritis. Sebab, kawasan hutan tidak lebih dari 30 persen. Oleh sebab itu, perlu adanya solusi konkret untuk mengatasinya. ’’Saya sudah bertemu dengan tokoh-tokoh adat terkait rencana ini. Kemudian telah dikomunikasikan ke instansi. Tim untuk sekolah ini sudah dipersiapkan. Rencananya sekolah ini mengadopsi sekolah serupa di daerah Mentawai,” urainya.

Lebih lanjut Amalsyah juga menegaskan bahwa terkait kasus penembakan yang terjadi di Kabupaten Mesuji, tidak ada anggotanya yang terlibat. ’’Anggota kami kan tidak ada yang dibekali senjata. Hanya babinsa, itu pun setelah kasus Mesuji terjadi,” ujar dia.

Kemudian untuk konflik pertanahan yang kerap terjadi, imbuhnya, bukan hanya domain masyarakat dan perusahaan, namun juga terkait dengan TNI. ’’Kalau sejauh ini, kami belum sampai melakukan intervensi ke BPN,” tegasnya.

Untuk masalah lahan, menurutnya, memang akan terus menjadi sumber konflik. Sebab, luas lahan untuk pemukiman tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan jumlah penduduk yang semakin meningkat.

’’Namun dimungkinkan juga terjadinya konflik karena tidak adanya rasa keamanan. Kami mengakui masih terdapat blankspot. Seperti di jalintim (jalan lintas timur) yang tengah diupayakan dibentuk tambahan koramil,” pungkasnya. (kyd/gan/wdi/eka/c1/ary)

2011, Ekspansi Jiran Tangis Pribumi

- PT Nafasindo, investor Malaysia di Kabupaten Aceh Singkil.
Konflik: Penyerobotan tanah warga yang berimbas pada aksi warga memblokir jalan pintu masuk menuju PT Nafasindo dan membakar bendera Malaysia.

- PT Anugerah Langkat Makmur (ALM), investor Malaysia di Kabupaten Mandailing Natal, Medan.
Konflik: Penyerobotan tanah warga yang berimbas pada aksi warga membakar basecamp perusahaan dan menduduki DPRD Madina, Sumatera Utara.

- PT Andalas Wahana Berjaya (AWB), investor Malaysia di Nagari Sikabau, Sumbar.
Konflik: Penyerobotan tanah warga yang berimbas aksi demonstrasi.

- PT Riau Andalan Pulp dan Paper (RAPP) yang menyerobot lahan warga di Pulau Padang, Riau. Puluhan warga memilih menjahit mulut dan menggelar aksi di DPR RI.

- PT WHS di Sambas, Kalimantan Barat, yang menyerobot lahan transmigrasi warga. Warga dan pihak perusahaan nyaris bentrok.

- PT Khaleda Agroprima Malindo di Kutai, Kalimantan Timur. Melakukan pembantaian orang utan, hewan khas Indonesia yang dilindungi.

- PT BSMI, Mesuji, Lampung, berimbas warga diberondong peluru.

- PT Sumber Wangi Alam (SWA) dan warga Kecamatan Mesuji, OKI, Sumsel. Tujuh warga tewas terpenggal.

- PT Silva Inhutani Lampung berimbas tewasnya warga dan pengusiran.

Semoga masalah ini akan cepat diselesaikan. dan bagi korban, semoga diberikan ketabahan.

Sekian dan terima kasih.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar